M3t D@t@n9............

di Blogger Que nie........

Minggu, 27 Maret 2011

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (I T P) Pada Anak


A.  Definisi Idiopathic Trombocytopenia Purpura (ITP)
Idiopathic Trombocytopenia Purpura (ITP) ialah suatu keadaan perdarahan yang disifatkan oleh timbulnya petekia atau ekimosis di kulit ataupun pada selaput lendir dan adakalanya terjadi pada berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosis karena sebab yang tidak diketahui. (FKUI, 1991: 479).
ITP adalah penyakit yang etiologinya tidak diketahui, dengan manifestasi hematologist berupa penurunan hitung trombosit dan waktu perdarahan memanjang; secara klinis ditandai dengan memar–memar dan seringkali terjadi perdarahan terutama pada kulit dan membrane mukosa. (John Rendle, 1994 : 172).
ITP adalah sindrom yang didalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersikulasi dalam keadaan sumsum normal. (Cecily. L Betz, 1997 : 240).
ITP akut, purpura trombositopeni yang paling sering pada masa anak, dihubungkan dengan petekie, perdarahan mukokutan, dan kadang – kadang perdarahan ke dalam jaringan. Ada penurunan berat pada trombosit sirkulasi, meskipun terdapat cukup jumlah megakariosit dalam sumsum tulang.
(Behreman, 1999).
ITP adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit/selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. (ITP pada anak tersering terjadi pada umur 2–8 tahun), lebih sering terjadi pada wanita. (Kapita selekta kedokteran jilid 2).
ITP adalah salah satu gangguan perdarahan didapat yang paling umum terjadi.(Perawatan Pediatri Edisi 3).
Dengan demikian, secara umum ITP adalah suatu gangguan sistem imunitas yang ditandai dengan trombositopeni yaitu jumlah trombosit menurun hingga dibawah dari jumlah normal 150.000/ul sehingga menimbulkan perdarahan.
B.  Etiologi
Penyebab dari ITP belum diketahui (idiopatik).Tetapi kemungkinan akibat dari gejala :
°       Hipersplenisme
Hipersplenisme merupakan filtrasi berlebihan terhadap sel darah oleh limpa. Pada ITP, limpa merupakan tempat utama produksi antibodi antitrombosit dan destruksi trombosit yang dilapisi IgG. Dalam hal ini akan terjadi splenomegali sebagai akibat bendungan sinusoid dan pembesaran folikel-folikel limfoid, yang memeliki sentra germina mencolok.
°       Infeksi virus ( demam berdarah, morbili, varisela, rubella, dsb ).
°       Intoksikasi makanan / obat (asetosal para amino salisilat (PAS). Fenil butazon, diamokkina, sedormid). Bahan kimia.
°       Pengaruh fisis (radiasi, panas).
°       Kekurangan factor pematangan (malnutrisi).
°       Koagulasi intra vascular diseminata CKID.
°       Autoimnue.
Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. (ana information center, 2008).
C.  Klasifikasi ITP
1.    Akut
·      Awalnya dijumpai trombositopenia pada anak.
·      Paling sering, 90% sembuh sendiri dalam satu tahun.
·      Jumlah trombosit kembali normal dalam 6 bulan setelah diagnosa.
·      Tidak dijumpai kekambuhan berikutnya.
2.    Kronik
·      10 %, kasusnya dapat dianggap kronis apabila trombositopenia berlangsung lebih dari 100 hari.
·      Trombositopenia berlangsung lebih dari 6 bulan setelah diagnosa.
·      Awitan tersembunyi dan berbahaya.
·      Jumlah trombosit tetap dibawah normal selama penyakit.
·      Bentuk ini terutama terjadi pada orang dewasa.
·      Keadaannya berlangsung dengan keadaan remisi dan relaps berganti- ganti.
·      Selama relaps, terjadi memar - memar yang dapat besar sekali, dan dapat terjadi perdarahan melalui hidumg, milut, uterus, atau saluran kemih.
·      Limpa teraba pada kurang dari sepertiga kasus.
·      Relaps dapat berakhir kira - kira dalam 1 tahun.
3.    Kambuhan
·      Mula - mula terjadi trombositopenia.
·      Relaps berulang.
·      Jumlah trombosit kembali normal diantara waktu kambuh.
D.  Epidemiologi
Ada dua tipe ITP berdasarkan kalangan penderita. Tipe pertama umumnya menyerang kalangan anak-anak, sedangkan tipe lainnya menyerang orang dewasa. Anak-anak berusia 2 hingga 4 tahun yang umumnya menderita penyakit ini. Sedangkan ITP untuk orang dewasa, sebagian besar dialami oleh wanita muda, tapi dapat pula terjadi pada siapa saja. ITP bukanlah penyakit keturunan. (Family Doctor, 2006).
ITP juga dapat dibagi menjadi dua yakni akut ITP dan kronik ITP. Batasan yang dipakai adalah waktu jika dibawah 6 bulan disebut akut ITP dan diatas 6 bulan disebut kronik ITP. Akut ITP sering terjadi pada anak-anak sedangkan kronik ITP sering terjadi pada dewasa. (Imran, 2008). Idiopahtic Thrombocytopenia Purpura  pada dewasa terjadi pada umumnya pada usia 20-50 tahun dan 2-3 kali lebih sering pada perempuan dari pada laki-laki (Ibnu Purwanto, 2006).
E.  Manifestasi Klinis
1.        Masa prodormal–keletihan, demam, dan nyeri abdomen.
2.        Secara spontan timbul petekia dan ekimosis pada kulit.
3.        Mudah memar.
4.        Epistaksis (gejala awal pada sepertiga anak).
5.        Perdarahan traktus genitrourinarius (menoragia, hematuria) jarang.
6.        Traktus digestivus (hematemesis, melena).
7.        Perdarahan rongga mulut (jarang).
8.        Pada mata (konjungtiva, retina).
9.        Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula pada selaput lendir yang berisi darah (bula hemoragik).
10.    Perdarahan pada SSP (perdarahan subdural dan lain-lain). Jarang terjadi.
11.    Demam ringan 1–6 minggu sebelum tinbul gejala bila terdapat perdarahan berat atau perdarahan traktus gastrointestinalis.
12.    Renjatan (shock) dapat terjadi bila kehilangan banyak darah
F.   Patofisiologi
Sebagai kelainan yang bersifat autoimun, ITP sangat sering terjadi sebagai gangguan terisolasi, tetapi kadang-kadang sebagai manifestasi pertama SLE. Meskipun bentuk akut diketahui pada anak-anak, sebagian besar penderita adalah wanita dewasa berumur antara 18 dan 40 tahun. IgG antitrombosit reaktif dengan glikoprotein permukaan sel telah diidentifikasi dalam serum kebanyakan kasus ITP. Dengan teknik–teknik khusus, immunoglobulin juga dapat ditunjukan terikat pada permukaan trombosit. Limpa memainkan peran penting dalam patogenesis kelainan ini. Limpa merupakan tempat utama produksi antibodi antitrombosit dan destruksi trombosit yang dilapisi IgG.
Pada lebih dari dua pertiga penderita, splenektomi akan dikuti kembalinya hitung trombosit menjadi normal dan remisi lengkap penyakitnya. Limpa biasanya nampak normal sekali, atau mungkin disertai sedikit pembesaran saja. Splenomegali demikian yang mungkin terjadi sebagai akibat bendungan sinusoid dan pembesaran folikel-folikel limfoid, yang memeliki sentra germina mencolok. Secara histologi sumsum tampak normal, tetapi biasanya dapat menunjukan peningkatan jumlah megakariosit, kebanyakan megakariosit hanya berinti satu dan diduga masih muda. Gambaran sumsum serupa dicatat dalam berbagai bentuk trombositopeni sebagai akibat perusakan trombosit yang dipercepat. Kepentingan pemeriksaan susmsum ialah untuk menyimgkirkan trombositopeni sebagai akibat kegagalan sumsum. Entu saja temuan penting pada umumnya terbatas pada perdarahan sekunder. Perdarahan dapat tampak menyebar ke seluruh tubuh, khususnya dalan lapisan-lapisan serosa dan mukus.

G. Komplikasi
1.    Reaksi transfusi.
2.    Relaps.
3.    Perdarahan susunan saraf pusat ( kurang dari 1 % kasus yang terkena ).
H.  Pemeriksaan Diagnostik
1.    Uji Laboratorium :
a.    Jumlah trombosità menurun sampai kurang dari 40.000 mm3, terjadi penurunan juga pada hemoglobin,hematokrit.
b.    Hitung darah lengkap (CBC) à anemia karena ketidakmampuan sel darah merah (SDM) menggunakan zat besi, apabila lama dapat berubah menjadi mikrositik hipokrom.
c.    Aspirasi susmsum tulang à peningkatan megakariosit.
d.   Jumlah leukosit à leukosits ringan sampai sedang : eosinofilia ringan. Apabila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis.
e.    Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal, prothrombin consumption memendek, test RL (+).
f.     Uji antibodi trombosit à dilakukan bila diagnosis diragukan.
2.    Biopsi jaringan pada kulit dan gusi à tes diagnostik
3.    Uji antibodi antinuklir à untuk menyingkirkan kemungkinan lupus eritematosus sistemik (SLE).
4.    Pemeriksaan dengan slit lamp à untuk melihat adanya uveitis.
5.    Biopsi ginjal à untuk mendiagnosis keterlibatan ginjal.
6.    Foto toraks dan uji fungsi paru à diagnostik untuk manifestasi paru (efusi, fibrosis interstitial paru).

I.     Pengobatan
Tujuan pengobatan pada gangguan ini adalah mengurangi produksi antibodi dan destruksi trombosit, seerta meningkatkan dan mempertahankan jumlah trombosit.
1.    Gamma Globulin
Infus gamma globulin intravena (sandoglobin; Gamium N) diikuti dengan kenaikan hitung trombosit yang bertahan. Dosis besar gamma globulin gamma intravena (400 mg/ kg selama 5 hari) menginduksi remisi pada banyak kasus ITP akut dan kadang-kadang pada ITP kronis. Percobaan terkendali acak menunjukan efektifitas globulin G imun (IGIV), 19/kg/ 24 jam selama 1 atau 2 hari berturut-turut dalam mengurangi frekuensi trombositopenia berat (hitung trombosit kurang lebih 20 x 10).
2.    Terapi kortikosteroid
Meskipun kortikosteroid tidak menunjukan jumlah kasus kronis, kortikosteroid bermanfaat karena menngurangi keparahan dan menyingkirkan lama sakit pada fase awal. Pada kasus yang lebih berat, terapi dengan kortikosteroid, seperti prednison dengan dosis 1-2 mg/kg/24 jam dalam dosis terbagi atau ekuivalensinya terindikasi. Beberapa ahli menganjurkan pemeriksaan sumsum tulang untuk menyingkirkan leukimia sebelum memulai prednison. Keperluan akan terapi kortikosteroid diperdebatkan, meskipun hitung tromosit kembali ke tingkat hemostatis lebih cepat dengan terapi seperti itu. Terapi ini diteruskan sampai hitung trombosit normal atau selama 3 minggu, mana saja yang terjadi pertama. Pada titik ini terapi steroid sebaiknya dihentikan, meskipun hitung trombosit tetap rendah. Tetapi kortikosteroid berkepanjangan tidak terindikasi dan dapat menekan sumsum tulang, disamping menyebabkan perubahan cushingoid dan gagal tumbuh. Jika trombositopenia menetap selama 4-6 bulan, pemberian singkat kedua terapi kortikosteroid atau imunoglobulin intravena dapat diberikan.
3.    Transfusi darah
Transfusi darah atau suspensi trombosit sedikit saja gunanya, karena trombosit yang ditransfusikan akan cepat sekali menghilang.
4.    Steroid
Sangat berguna pada kasus akut jika perdarahannya berat. Pengobatan rumat mungkin diperlukan selama kira-kira 4 minggu untuk menaikkan kadar trombosit sampai mencapai 50 x 10 /L. Karena efeknya yang terbaik adalah pada minggu pertama, maka steroid harus diberikan pada saat itu (bila memang diputuskan untuk diberikan) atau tidak sama sekali.
5.    Splenektomi
Berbahaya dan tidak perlu pada kasus akut. Kira-kira 60-70 % kasus kronis dapat sembuh dengan splenektomi, teapi harus diingat :
a.    Hanya diperlukan bila kecenderungan perdarahan tidak dapat dikendalikan dengan steroid. (nilai aktual trombosit tidak penting).
b.    Selanjutnya dapat mengakibatkan infeksi.
c.    Jika gangguan ini berlangsung lebih dari satu tahun atau anak itu berusia lebih dari 5 tahun
d.   Indikasi:
·      Resisten terhadap pemberian kortikosteroid dan imunosupresif selama 2-3 bulan.
·      Remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat.
·      Penderita yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid namun perlu dosis tinggi untuk mempertahankan klinis yang baik tanpa perdarahan.
e.    Kontra indikasi:
·       Anak usia sebelum 2 tahun: fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil alih oleh alat tubuh yang lain (hati, kelenjar getah bening dan thymus).

J.    Penataksanaan Pengobatan pada Jenis ITP
a. ITP Akut
o Ringan: observasi tanpa pengobatan → sembuh spontan.
o Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik, maka berikan kortikosteroid.
o Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka berikan immunoglobulin per IV.
o Bila keadaan gawat, maka berikan transfuse suspensi trombosit.
b. ITP Menahun
o Kortikosteroid diberikan selama 5 bulan. Missal: prednisone 2 – 5 mg/kgBB/hari peroral. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid berikan immunoglobulin (IV).
o Imunosupressan: 6 – merkaptopurin 2,5 – 5 mg/kgBB/hari peroral. Azatioprin 2 – 4 mg/kgBB/hari per oral. Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari per oral.
o Splenektomi.
K. Prognosis
Pada anak-anak 89% sembuh, 54% sembuh dalam 4-8 minggu, 2% meninggal. Pada orang dewasa 64% sembuh, 30% penyakit kronik, 5% meninggal. Bila pasien tidak mengalami perdarahan dan memiliki jumlah trombosit diatas 20.000/μL, harus dipertimbangkan untuk tidak memberikan terapi karena banyak pasien trombositopenia kronik yang parah dapat hidup selama dua sampai tiga dekade.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar