A. Definisi Idiopathic Trombocytopenia
Purpura (ITP)
Idiopathic
Trombocytopenia Purpura (ITP) ialah suatu keadaan perdarahan yang disifatkan
oleh timbulnya petekia atau ekimosis di kulit ataupun pada selaput lendir dan
adakalanya terjadi pada berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosis
karena sebab yang tidak diketahui. (FKUI, 1991: 479).
ITP adalah
penyakit yang etiologinya tidak diketahui, dengan manifestasi hematologist
berupa penurunan hitung trombosit dan waktu perdarahan memanjang; secara klinis
ditandai dengan memar–memar dan seringkali terjadi perdarahan terutama pada
kulit dan membrane mukosa. (John Rendle, 1994 : 172).
ITP adalah
sindrom yang didalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersikulasi
dalam keadaan sumsum normal. (Cecily. L Betz, 1997 : 240).
ITP akut,
purpura trombositopeni yang paling sering pada masa anak, dihubungkan dengan
petekie, perdarahan mukokutan, dan kadang – kadang perdarahan ke dalam
jaringan. Ada penurunan berat pada trombosit sirkulasi, meskipun terdapat cukup
jumlah megakariosit dalam sumsum tulang.
(Behreman, 1999).
(Behreman, 1999).
ITP adalah suatu
keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit/selaput lendir dan
berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak
diketahui. (ITP pada anak tersering terjadi pada umur 2–8 tahun), lebih sering
terjadi pada wanita. (Kapita selekta kedokteran jilid 2).
ITP adalah salah
satu gangguan perdarahan didapat yang paling umum terjadi.(Perawatan
Pediatri Edisi 3).
Dengan demikian,
secara umum ITP adalah suatu gangguan sistem imunitas yang ditandai dengan
trombositopeni yaitu jumlah trombosit menurun hingga dibawah dari jumlah normal
150.000/ul sehingga menimbulkan perdarahan.
B. Etiologi
Penyebab dari ITP belum diketahui (idiopatik).Tetapi kemungkinan akibat dari gejala :
° Hipersplenisme
Hipersplenisme merupakan filtrasi berlebihan terhadap sel
darah oleh limpa. Pada ITP, limpa merupakan tempat utama
produksi antibodi antitrombosit dan destruksi trombosit yang dilapisi IgG. Dalam hal ini akan terjadi splenomegali sebagai akibat bendungan sinusoid
dan pembesaran folikel-folikel limfoid, yang memeliki sentra germina mencolok.
° Infeksi virus ( demam berdarah, morbili, varisela,
rubella, dsb ).
° Intoksikasi makanan / obat (asetosal para amino salisilat
(PAS). Fenil butazon, diamokkina, sedormid). Bahan kimia.
° Pengaruh fisis (radiasi, panas).
° Kekurangan factor pematangan (malnutrisi).
° Koagulasi intra vascular diseminata CKID.
° Autoimnue.
Secara normal
sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam
tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan
sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. (ana
information center, 2008).
C. Klasifikasi ITP
1. Akut
· Awalnya
dijumpai trombositopenia pada anak.
· Paling
sering, 90% sembuh sendiri dalam satu tahun.
· Jumlah
trombosit kembali normal dalam 6 bulan setelah diagnosa.
· Tidak
dijumpai kekambuhan berikutnya.
2. Kronik
· 10
%, kasusnya dapat dianggap kronis apabila trombositopenia berlangsung lebih
dari 100 hari.
· Trombositopenia
berlangsung lebih dari 6 bulan setelah diagnosa.
· Awitan
tersembunyi dan berbahaya.
· Jumlah
trombosit tetap dibawah normal selama penyakit.
· Bentuk
ini terutama
terjadi pada orang dewasa.
· Keadaannya
berlangsung dengan keadaan remisi dan relaps berganti- ganti.
· Selama
relaps, terjadi memar - memar yang dapat besar sekali, dan dapat terjadi
perdarahan melalui hidumg, milut, uterus, atau saluran kemih.
· Limpa
teraba pada kurang dari sepertiga kasus.
· Relaps
dapat berakhir kira - kira dalam 1 tahun.
3. Kambuhan
· Mula
- mula terjadi trombositopenia.
· Relaps
berulang.
· Jumlah
trombosit kembali normal diantara waktu kambuh.
D. Epidemiologi
Ada dua tipe ITP
berdasarkan kalangan penderita. Tipe pertama umumnya menyerang kalangan
anak-anak, sedangkan tipe lainnya menyerang orang dewasa. Anak-anak berusia 2
hingga 4 tahun yang umumnya menderita penyakit ini. Sedangkan ITP untuk orang
dewasa, sebagian besar dialami oleh wanita muda, tapi dapat pula terjadi pada
siapa saja. ITP bukanlah penyakit keturunan. (Family Doctor, 2006).
ITP juga dapat
dibagi menjadi dua yakni akut ITP dan kronik ITP. Batasan yang dipakai adalah
waktu jika dibawah 6 bulan disebut akut ITP dan diatas 6 bulan disebut kronik
ITP. Akut ITP sering terjadi pada anak-anak sedangkan kronik ITP sering terjadi
pada dewasa. (Imran, 2008). Idiopahtic Thrombocytopenia
Purpura pada dewasa
terjadi pada umumnya pada usia 20-50 tahun dan 2-3 kali lebih sering pada perempuan dari pada laki-laki (Ibnu
Purwanto, 2006).
E. Manifestasi Klinis
1.
Masa prodormal–keletihan, demam, dan nyeri
abdomen.
2.
Secara spontan timbul petekia dan
ekimosis pada kulit.
3.
Mudah memar.
4.
Epistaksis (gejala awal pada sepertiga
anak).
5.
Perdarahan traktus genitrourinarius (menoragia,
hematuria) jarang.
6.
Traktus digestivus (hematemesis, melena).
7.
Perdarahan rongga mulut (jarang).
8.
Pada mata (konjungtiva, retina).
9.
Pada ITP akut dan berat dapat timbul
pula pada selaput lendir yang berisi darah (bula hemoragik).
10. Perdarahan
pada SSP (perdarahan subdural dan lain-lain). Jarang terjadi.
11. Demam
ringan 1–6 minggu sebelum tinbul gejala bila terdapat perdarahan berat atau
perdarahan traktus gastrointestinalis.
12. Renjatan
(shock) dapat terjadi bila kehilangan banyak darah
F.
Patofisiologi
Sebagai kelainan
yang bersifat autoimun, ITP sangat sering terjadi sebagai gangguan terisolasi,
tetapi kadang-kadang sebagai manifestasi pertama SLE. Meskipun bentuk akut
diketahui pada anak-anak, sebagian besar penderita adalah wanita dewasa berumur
antara 18 dan 40 tahun. IgG antitrombosit reaktif dengan glikoprotein permukaan
sel telah diidentifikasi dalam serum kebanyakan kasus ITP. Dengan teknik–teknik
khusus, immunoglobulin juga dapat ditunjukan terikat pada permukaan trombosit.
Limpa memainkan peran penting dalam patogenesis kelainan ini. Limpa merupakan
tempat utama produksi antibodi antitrombosit dan destruksi trombosit yang
dilapisi IgG.
Pada lebih dari
dua pertiga penderita, splenektomi akan dikuti kembalinya hitung trombosit
menjadi normal dan remisi lengkap penyakitnya. Limpa biasanya nampak normal
sekali, atau mungkin disertai sedikit pembesaran saja. Splenomegali demikian
yang mungkin terjadi sebagai akibat bendungan sinusoid dan pembesaran folikel-folikel
limfoid, yang memeliki sentra germina mencolok. Secara histologi sumsum tampak
normal, tetapi biasanya dapat menunjukan peningkatan jumlah megakariosit,
kebanyakan megakariosit hanya berinti satu dan diduga masih muda. Gambaran
sumsum serupa dicatat dalam berbagai bentuk trombositopeni sebagai akibat
perusakan trombosit yang dipercepat. Kepentingan pemeriksaan susmsum ialah
untuk menyimgkirkan trombositopeni sebagai akibat kegagalan sumsum. Entu saja
temuan penting pada umumnya terbatas pada perdarahan sekunder. Perdarahan dapat
tampak menyebar ke seluruh tubuh, khususnya dalan lapisan-lapisan serosa dan
mukus.
G. Komplikasi
1.
Reaksi
transfusi.
2.
Relaps.
3.
Perdarahan
susunan saraf pusat ( kurang dari 1 % kasus yang terkena ).
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Uji
Laboratorium :
a. Jumlah
trombosità
menurun sampai kurang dari 40.000 mm3, terjadi penurunan juga pada hemoglobin,hematokrit.
b. Hitung
darah lengkap (CBC) à
anemia karena ketidakmampuan sel darah merah (SDM) menggunakan zat besi, apabila lama dapat berubah menjadi mikrositik
hipokrom.
c. Aspirasi
susmsum tulang à peningkatan megakariosit.
d. Jumlah
leukosit à
leukosits ringan sampai sedang : eosinofilia ringan. Apabila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi
leukositosis.
e. Masa
perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal,
prothrombin consumption memendek, test RL (+).
f. Uji
antibodi trombosit à dilakukan bila diagnosis diragukan.
2. Biopsi
jaringan pada kulit dan gusi à tes diagnostik
3. Uji
antibodi antinuklir à untuk menyingkirkan kemungkinan lupus
eritematosus sistemik (SLE).
4. Pemeriksaan
dengan slit lamp à untuk melihat adanya uveitis.
5. Biopsi
ginjal à
untuk mendiagnosis keterlibatan ginjal.
6. Foto
toraks dan uji fungsi paru à diagnostik untuk manifestasi paru (efusi,
fibrosis interstitial paru).
I.
Pengobatan
Tujuan
pengobatan pada gangguan ini adalah mengurangi produksi antibodi dan destruksi
trombosit, seerta meningkatkan dan mempertahankan jumlah trombosit.
1. Gamma
Globulin
Infus
gamma globulin intravena (sandoglobin; Gamium N) diikuti dengan kenaikan hitung
trombosit yang bertahan. Dosis besar gamma globulin gamma intravena (400 mg/ kg
selama 5 hari) menginduksi remisi pada banyak kasus ITP akut dan kadang-kadang
pada ITP kronis. Percobaan terkendali acak menunjukan efektifitas globulin G
imun (IGIV), 19/kg/ 24 jam selama 1 atau 2 hari berturut-turut dalam mengurangi
frekuensi trombositopenia berat (hitung trombosit kurang lebih 20 x 10).
2. Terapi
kortikosteroid
Meskipun
kortikosteroid tidak menunjukan jumlah kasus kronis, kortikosteroid bermanfaat
karena menngurangi keparahan dan menyingkirkan lama sakit pada fase awal. Pada
kasus yang lebih berat, terapi dengan kortikosteroid, seperti prednison dengan
dosis 1-2 mg/kg/24 jam dalam dosis terbagi atau ekuivalensinya terindikasi.
Beberapa ahli menganjurkan pemeriksaan sumsum tulang untuk menyingkirkan
leukimia sebelum memulai prednison. Keperluan akan terapi kortikosteroid
diperdebatkan, meskipun hitung tromosit kembali ke tingkat hemostatis lebih
cepat dengan terapi seperti itu. Terapi ini diteruskan sampai hitung trombosit
normal atau selama 3 minggu, mana saja yang terjadi pertama. Pada titik ini
terapi steroid sebaiknya dihentikan, meskipun hitung trombosit tetap rendah.
Tetapi kortikosteroid berkepanjangan tidak terindikasi dan dapat menekan sumsum
tulang, disamping menyebabkan perubahan cushingoid dan gagal tumbuh. Jika
trombositopenia menetap selama 4-6 bulan, pemberian singkat kedua terapi
kortikosteroid atau imunoglobulin intravena dapat diberikan.
3. Transfusi
darah
Transfusi
darah atau suspensi trombosit sedikit saja gunanya, karena trombosit yang
ditransfusikan akan cepat sekali menghilang.
4. Steroid
Sangat
berguna pada kasus akut jika perdarahannya berat. Pengobatan rumat mungkin
diperlukan selama kira-kira 4 minggu untuk menaikkan kadar trombosit sampai
mencapai 50 x 10 /L. Karena efeknya yang terbaik adalah pada minggu pertama,
maka steroid harus diberikan pada saat itu (bila memang diputuskan untuk
diberikan) atau tidak sama sekali.
5. Splenektomi
Berbahaya
dan tidak perlu pada kasus akut. Kira-kira 60-70 % kasus kronis dapat sembuh
dengan splenektomi, teapi harus diingat :
a. Hanya
diperlukan bila kecenderungan perdarahan tidak dapat dikendalikan dengan
steroid. (nilai aktual trombosit tidak penting).
b. Selanjutnya
dapat mengakibatkan infeksi.
c. Jika
gangguan ini berlangsung lebih dari satu tahun atau anak itu berusia lebih dari
5 tahun
d. Indikasi:
· Resisten
terhadap pemberian kortikosteroid dan imunosupresif selama 2-3 bulan.
· Remisi
spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja dengan
gambaran klinis sedang sampai berat.
· Penderita
yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid namun perlu dosis tinggi untuk
mempertahankan klinis yang baik tanpa perdarahan.
e. Kontra
indikasi:
· Anak usia sebelum 2 tahun: fungsi limpa
terhadap infeksi belum dapat diambil alih oleh alat tubuh yang lain (hati,
kelenjar getah bening dan thymus).
J.
Penataksanaan Pengobatan pada Jenis ITP
a. ITP Akut
o Ringan: observasi tanpa pengobatan → sembuh spontan.
o Bila setelah 2
minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik, maka berikan
kortikosteroid.
o Bila tidak
berespon terhadap kortikosteroid, maka berikan immunoglobulin per IV.
o Bila keadaan
gawat, maka berikan transfuse suspensi trombosit.
b. ITP Menahun
o Kortikosteroid
diberikan selama 5 bulan. Missal: prednisone 2 – 5 mg/kgBB/hari peroral. Bila
tidak berespon terhadap kortikosteroid berikan immunoglobulin (IV).
o Imunosupressan: 6
– merkaptopurin 2,5 – 5 mg/kgBB/hari peroral. Azatioprin 2 – 4 mg/kgBB/hari per
oral. Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari per oral.
o Splenektomi.
K. Prognosis
Pada anak-anak 89% sembuh, 54% sembuh dalam 4-8 minggu,
2% meninggal. Pada
orang dewasa 64% sembuh, 30% penyakit kronik, 5% meninggal.
Bila pasien tidak mengalami perdarahan dan memiliki
jumlah trombosit diatas 20.000/μL, harus dipertimbangkan untuk tidak memberikan terapi
karena banyak pasien trombositopenia kronik yang parah dapat hidup selama dua
sampai tiga dekade.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar