M3t D@t@n9............

di Blogger Que nie........

Sabtu, 02 April 2011

KELENJAR ADRENAL


ANATOMI FISIOLOGI KELENJAR ADRENAL

A.  Definisi Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal, terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi (melekat) pada kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk seperti bulan sabit, menempel pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Bersama-sama kelenjar adrenal mempunyai berat lebih kurang 8 g, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen yang mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.
B.  Bagian Kelenjar Adrenal
Kelenjar supraneralis jumlahnya ada 2, terdapat pada bagian atas dari ginjal kiri dan kanan. Ukurannya berbeda-beda, beratnya rata-rata 5-9 gram. Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari : Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam, mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein, serta mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid.
Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :
1.    Medula Adrenal
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada medulla adrenal aka menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine. Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen terpenuhi.
Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa darah.
2.    Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun dari 3 zona yaitu:
a.    Zona glomerulosa,
Zona Glomerulosa terdapat tepat di bawah simpai, terdiri atas sel polihedral kecil berkelompok membentuk bulatan, berinti gelap dengan sitoplasma basofilik. Zona glomerulosa pada manusia tidak begitu berkembang. Dan merupakan penghasil hormon mineralokortikoid.
·      Hormon Mineralokortikoid
Hormon ini pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah.
Kenaikan kadar aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal yang cederung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatuk keseimbangan natrim jangka panjang.
b.    Zona fasikulata
Zona fasikulata merupakan sel yang lebih tebal, terdiri atas sel polihedral besar dengan sitoplasma basofilik. Selnya tersusun berderet lurus setebal 2 sel, dengan sinusoid venosa bertingkap yang jalannya berjajar dan diantara deretan itu. Sel-sel mengandung banyak tetes lipid, fosfolipid, asam lemak, lemak dan kolesterol. Sel ini juga banyak mengandung vitamin C dan mensekresikan kortikosteroid. Dan merupakan penghasil hormon glukokortikoid.
·      Hormon Glukokortikoid
Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa ; peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protei menjadi karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.
c.    Zona Retikularis
Lapisan ini terdiri atas deretan sel bulat bercabang – cabang berkesinambungan. Sel ini juga mengandung vitamin C. Sel-selnya penghasil hormon kelamin (progesteron , estrogen & androgen).
·      Hormon-hormon seks adrenal (Androgen)
Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno Genital.


C.  Disfungsi Kelenjar Adrenal
Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan kelebihan / defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999). Klasifikasi Disfungsi Kelenjar Adrenal.
1.    Hiperfungsi Kelenjar Adrenal
a.    Sindrom Cushing
Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal, terutama kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis farmakologis kortikosteroid sintetik.
b.    Sindrom Adrenogenital
Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh, satu atau beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid.
c.    Hiperaldosteronisme
1)   Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn)
Kelaianan yang disebabkan karena hipersekresi aldesteron autoimun
2)    Aldosteronisme sekunder
Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini disebabkan oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.
2.    Hipofungsi Kelenjar Adrenal
a.    Insufisiensi Adrenogenital :
1)   Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal)
Kelainan yang terjadi karena defisiensi kortisol absolut atau relatif yang terjadi mendadak sehubungan sakit / stress.
2)    Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (Penyakit Addison)
Kelainan yang disebabkan karena kegagaln kerja kortikosteroid tetapi relatif lebih penting adalah defisiensi gluko dan mineralokortikoid.
3)   Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder
Kelainan ini merupakan bagian dari sinsrom kegagalan hipofisis anterior respon terhadap ACTH terhambat atau menahun oleh karena atrofi adrenal.

PERILAKU KEKERASAN PADA ANAK


A.    Masalah Utama
Perilaku kekerasan pada anak
B.     Tinjauan Teori
1.      Definisi
Kekerasan pada jaman Romawi dan Yunani diartikan pembunuhan secara langsung, lebih banyak terjadi pada anak perempuan. Dijaman Yunani kuno karena alasan beban ekonomi dalam membesarkan anak perempuan karena pada akhirnyapun mereka akan meninggalkan keluarga dan ikut suaminya. Anak perempuan memiliki risiko yang tinggi untuk dibunuh. Sangat jarang ditemukan lebih dari satu anak perempuan dalam satu keluarga. Besarnya frekwensi pembunuhan terhadap bayi-bayi perempuan tercermin pada ketidakseimbangannya populasi anak perempuan dan anak laki-laki pada abad pertengahan
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana seseorang menunjukkan perilaku yang actual melakukan kekerasan yang ditunjukan pada diri sendiri/oarng lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan . marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1995).
Menurut Vander Zander (1989), Kekerasan adalah "Suatu bentuk penyerangan secara fisik atau melukai anak" dan perbuatan ini justru dilakukan oleh pengasuhnya (orang tua atau pengasuh yang bukan keluarga).
Definisi lain juga mengungkapkan kekerasan adalah" Semua interaksi atau tidak adanya interaksi antara anggota keluarga yang berakibat cedera bukan karena kecelakaan fisik dan perkembangan individu"( Helfer,1987).
Menurut WHO (2004) kekerasan pada anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung jawab, dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut.
Sedangkan Kekerasan pada anak menurut The national Commision Of Inquiru Into The Prevention Of Child Abuse (Childhood matter, 1996), Kekerasan pada anak adalah tindakan yang mempengaruhi perkembangan anak sehingga tidak optimal lagi (David Gill,1973). Menurut Synde (1983) mendefinisikan kekerasan pada anak adalah perlakuan yang salah terhadap fisik dan emosi anak, menelantarkan pendidikan dan kesehatannya dan juga penyalahgunaan seksual
2.      Tipe Kekerasan pada anak ( Child Abuse)
Secara garis besarnya Kekerasan pada anak dapat dibagi menjadi 4 tipe yaitu :
1)      Kekerasan Fisik
2)      Kekerasan Seksual
3)      Kekerasan Emosional
4)      Penelantaran Anak
Type lain dari kekerasan adalah mengeksploitasi anak , memanfaatkan anak untuk bekerja atau aktivitas lain untuk memperoleh keuntungan, sebagai contoh adalah eksploitasi anak untuk alasan komersial.
1.      Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik pada anak adalah "non accidental injuri" pada anak mulai dari ringan sampai berat sampai pada trauma neurologist yang berat bahkan sampai pada kematian. Cedere fisik akibat hukuman yang diluar batas ,dan perilaku pelaku yang agresif , kekejaman dalam memberikan hukuman pada anak. Cedera bisa diakibatkan oleh pukulan, cambukan, luka bakar , lecet dan goresan, memar dengan berbagai tingkat penyembuhan, fraktur, luka pada mulut , bibir, rahang, mata , perineal. Dan pemberian racun.
2.      Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual pada anak baik yang menggunakan pendekatan persuasif ataupun paksaan pada seorang anak untuk mengadakan perilaku atau kegiatan seksual yang nyata. Gambaran kekerasan seksual pada anak adalah menyentuh atau mencium genitalia anak, penetrasi, intercource, incest, oral seks, sodomi sampai pada pemerkosaan. Mengeksploitasi seksualitas yang lain pada anak seperti memperlihatkan pornografi, menggunakan kata-kata jorok, membuat anak malu/ menelanjangi anak, prostitusi anak, menggunakan anak untuk produk pornografi.
Kekerasan seks dapat dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya ( kandung atau tiri), saudara kandung atau orang lain, pengasuh anak, guru, teman atau orang-orang lain yang perlu diwaspadai.
3.      Kekerasan Emosional
Kekerasan Emosi adalah sikap, perilaku atau tindakan lain yang dilakukan oleh orang tua, pengasuh atauorang lain yng menyebabkan gangguan emosi atau mental anak. Kekerasan emosional dapat dilihat dengan menggunakan kata-kata yang merendahkan anak , tidak mengakui sebagai anak. Kekerasan Emosional biasanya disertai dengan kekerasan lainnya. Kekerasan emosional sering juga disebut kekerasan verbal atau kekerasan mental / psylogical maltreatment. Kekerasan emosional bergerak dari rentang yang simple sampai pada yang ekstrim. Kekerasan emosional dapat berupa penghinaan anak, penolakan anak, menarik diri atau menghindari anak, tidak memperdulikan perasaan anak, perilaku negative pada anak, mengeluarkan kata-kata yang tidak baik untuk perkembangan emosi anak, memberikan hukuman yang ekstrim pada anak seperti memasukkan anak pada kamar gelap, mengurung anak di kamar mandi, mengikat anak, dan masih banyak lagi hukuman orang tua yang tanpa disadari orang tua menrupakan perilaku yang menyebabkan kekerasan emosional pada anak. Kekerasan Emosional selalu ada ketika kekerasan lain teridentifikasi, ada overlaping antara pengertian kekerasan emosional anak dan penelantaran anak karena keduanya bisa terjadi secara bersamaan pada anak.
Kekerasan Emosional pada anak dapat dilakukan oleh orang yang lebih tua adari anak atau anak lainnya yaitu orang tua, pengasuh, guru, saudara kandung, serta orang lain yang mempunyai akses atau kesempatan untuk melakukan kekerasan emosional pada anak.
4.      Penelantaran ( Neglect)
Penelantaran bisa diartikan sebagai pengabaian atau tidak memenuhi kebutuhan dasar anak, dan juga kegiatan atau perilaku yang langsung dapat menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik ataupun mental anak. Kebutuhan anak tidak terpenuhi secara wajar baik fisik, mental, sosial, spiritual termasuk pendidikannya.
Penelantaran dapat berupa :
(a). Penelantaran fisik
Penelantaran fisik atau tidak memenuhi kebutuhan fisik anak seperti tidak adequatnya pemberian nutrisi pada anak, perumahan, kurangnya pengawasan atau supervisi yang dapat mengakibatkan anak neresiko untuk terjadinya traum fisik atau emosional, keterlambatan membawa ank jika anak mengalami gangguan kesehatan, tidak adequatnya kebersihan diri anak.
(b). Penelantaran Pendidikan
Penelantaran pendidikan diartikan penelantaran pendidikan baik dalam bidang informal seperti mendidik anak agar ia mampu berinteraksi dengan lingkungan dan mendidik anak untuk bisa berhasil dimasa depannya. Penelantaran Pendidikan secara formal dimana anak usia sekolah tidak diberikan untuk mendapat pendidikan secara layak, justru anak disuruh mencari nafkah untuk untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
(c). Penelantaran Phycological ( Emosional )
Penelantaran emosional dipandang sebagai kurangnya support emosional pada anak serta kurangnya cinta atau kasih sayang yang diberikan oleh orang tua atau orng-orang terdekat. Penelantaran emosional dapat berupa kurangnya perhatian pada kebutuhan anak, termasuk kurangnya affektif untuk merawat anak, kurannya perhatian terhaap kebutuhan emosi anak, , adanya kekerasan pada anak oleh orang tua tanpa memperhatikan dampak yang terjadi pada anak dalam tumbuh kembangnya.
3.      Tanda dan Gejala Kekerasan pada anak ( Child Abuse )
Kita dapat melihat tanda dan gejala anak dengan kekerasan jika kita mencurigai terjadinya kekerasan pada anak, kita dapat mengobservasi dari pemeriksaan fisik atau gejala perilaku yang ditunjukkan anak.
Gejala dari kekerasan fisik adalah adanya luka, bekas luka goresan, luka lecet, luka bakar ,tekanan atau trauma ( memar ), perilaku antisosial pada anak, anak bermasalah disekolah, ketakutan pada anak atau waspada yang berlebihan, penggunaan obat-obatan, perilaku destruktif dan perilaku menarik diri, depresi atau kurangnya gambaran diri/ citra diri dan takut kontak dengan orang dewasa
Gejala dari kekerasan emosional adalah kurangnya konsentrasi, gangguan makan pada anak, apatis dan depresi pada anak, sikap bermusuhan pada anak, gangguan konsentrasi pada anak, percobaan bunuh diri, tampak perilaku yang ekstrim pada anak dari pasif sampai agresif.
Gejala dari kekerasan seksual adalah menghindari hal-hal yang berhubungan dengan seksual, menolak organ reproduksi atau tubuhnya sendiri, anak juga sering mimpi buruk dan sulit mempertahankan tidur, penurunan nafsu makan, penolakan, takut menjadi bagian dari keluarga, depresi, perilaku menarik diri, injury, sukar jalan atau duduk, mengeluh nyeri pada daerah kemaluan, memar dan berdarah pada daerah perineal, keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan dan kehamilan yang tidak diinginkan
Tanda dan gejala dari penelantaran tidak dapat dilihat secara nyata seperti pada gejala kekerasan fisik atau kekerasn seksual, dan kita harus mengkonfirmasi untuk mengetahui kekerasan. Yang biasa terjadi pada penelantaran adalah palampilan atau menggunakan pakaian yang tidak selayaknya, kebersihan diri yang kurang, tidak terurus, kelaparan, kurangnya supervisi, anak tidak mendapatkan seharusnya yang ia dapatkan sesuai usianya.
Tanda Dan Gejala yang Lain :
1.      Fisik:
a.       Mata melotot/pandangan tajam
b.      Tangan mengepal
c.       Rahang mengatup
d.      Wajah memerah
e.       Postur tubuh kaku
2.      Verbal
a.       Mengancam
b.      Mengunpat dengan kata-kata kotor
c.       Suara keras
d.      Bicara kasar, ketus
3.      Perilaku
a.       Menyerang orang
b.      Melukai diri sendiri/orang lain
c.       Merusak lingkungan
d.      Amuk/agresif
4.      Emosi
a.       Tidak aman dan nyaman
b.      Merasa terganggu
c.       Dendam
d.      Jengkel
e.       Tidak berdaya
f.       Bermusuhan
g.      Mengamuk
h.      Ingin berkelahi
i.        Menyalahkan
j.        Menuntut
5.      Intelektual
a.       Cerewet
b.      Kasar
c.       Berdebat
d.      Meremehkan
e.       Tidak jarang mengeluarka kata-kata sarkasme
6.      Spiritual
a.       Merasa diri berkuasa
b.      Merasa diri benar
c.       Keragu-raguan
d.      Tidak bermoral dan kreativitas terhambat
7.      Social
a.       Menarik diri
b.      Kekerasan
c.       Pengasingan
d.      Ejekan
e.       Sindiran
8.      Perhatian
a.       Bolos
b.      Melarikan diri
c.       Melakukan penyimpangan seksual
4.      Dampak dari kekerasan pada anak
Dampak pada anak yang mendapat perilaku kekerasan selain terjadi seperti yang dicantumkan pada gejala yang tampak pada saat pemeriksaan pada anak, dampak lain yang dapat terjadi adalah secara umum adalah :
a.       Anak berbohong, ketakutan, kurang dapat mengenal cinta atau kasih sayang, sulit percaya dengan orang lain
b.      Harga diri anak rendah dan menunjukkan perilaku yang destruktif
c.       Mengalami gangguan dalam perkembangan psikologis dan interaksi social
d.      Pada anak yang lebih besar anak melakukan kekerasan pada temannya dan anak yang lebih kecil
e.       Kesulitan untuk membina hubungan dengan orang lain
f.       Kecemasan berat atu panik , depresi anak mengalami sakit fisik dan bermasalah disekolah
g.      Harga diri anak rendah
h.      Abnormalitas atau distorsi mengenai pandangan terhadap seks
i.        Gangguan Personality
j.        Kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain dalam hal seksualitas
k.      Mempunyai tendency untuk prostitusi
l.        Mengalami masalah yang serius pada usia dewasa

5.      Rentang Respon
Respon maladaptif
Respon adaptif
                                                                                                                                                      
                                                                                                                                         
Asertif                             Frustasi                        Pasif                        Agresif                        Kekerasan
Keterangan:
1.      Asertif: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan
2.      Frustasi: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternative.
3.      Pasif: individu yidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4.      Agresif: perilaku yang mennyertai marah terdapat dorongan untuk meuntut tetapi masih terkontrol
5.      Kekerasan: perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control.

6.      Proses Kemarahan

Ancaman dan kebutuhan
Stress
Cemas
Merasa kuat                                                     Marah                          Merasa Tidak Adekuat
Menantang                              Mengungkapkan secara asertif            Melarikan Diri
Merasa tidak terselesaikan      Menjaga perasaan orang lain               Mengakhiri marah

Marah memanjang                                           Lega                            Marah tidak terungkap           
Ketegangan menurun
Marah teratasi
Muncul rasa bemusuhan
Marah pada diri sendiri                                                                       Marah pada orang lain
Bunuh diri/ melukai diri                                                                      Agresif mengamuk

C.    Etiologi
Ø  Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor pridisposisi,artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
1.      Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiayaatau saksi penganiayaan.
2.      Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3.      Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).
4.      Bioneurolgis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
Ø  Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
Banyak faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak dalam rumah tangga. Keluarga dalam hal ini adalah unit yang terpenting dalam menghindari atau menunjang terjadinya kekerasan pada anak. Anak yang dilakhirkan selayaknya mendapatkan perlakuan yang baik untuk tumbuh kembangnya dan masa depannya. Anak tidak minta dilahirkan didunia, tetapi ketika ia terlahir selayaknya orang tua merawat anak dengan sebaik-baiknya dan keluargalah yang diharapkan oleh anak sebagai barrier terhadap tindak kekerasan yang mungkin saja dapat dialaminya. Tetapi pada kenyataannya justru kekerasan pada anak terjadi didalam keluarga dan ironisnya juga dilakukan oleh orang yang notabenenya adalah orang tua atau saudara terdekat. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak. Faktor sosio-kultural antara lain adalah nilai atau norma yang ada di masyarakat, hubungan antara manusia dan kemajuan jaman. Selain itu kekerasan pada anak dapat disebabkan faktor pencetus yang berasal dari anak, stres keluarga dan stres yang berasal dari orang tua.
D.    Pohon masalah
Factor-faktor dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi social yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan

Penampilan tidak rapi                               Resiko mencederai diri/orang lain/lingkungan
 

Perawatan diri kurang
Perilaku kekerasan
 

Gangguan interaksi social:                                               
      Isolasi social
 

Halusinasi                                                  Gangguan harga diri rendah               Waham

E.     Mekanisme Koping
1.      Strategi Pencegahan : kesadaran diri, Pendidikan Kesehatan, Latihan Asertif
2.      Strategi Antisipasi : Komunikasi, Perubahan Lingkungan, Pengekangan Fisik
3.      Strategi  Pengekangan : Manajemen Krisis, Pembatasan Gerak, Psikofarmaka
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83)
1.      Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2.      Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3.      Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4.      Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5.      Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.