A.
Masalah Utama
Perilaku
kekerasan pada anak
B.
Tinjauan Teori
1.
Definisi
Kekerasan pada jaman Romawi dan Yunani diartikan pembunuhan secara
langsung, lebih banyak terjadi pada anak perempuan. Dijaman Yunani kuno karena
alasan beban ekonomi dalam membesarkan anak perempuan karena pada akhirnyapun
mereka akan meninggalkan keluarga dan ikut suaminya. Anak perempuan memiliki
risiko yang tinggi untuk dibunuh. Sangat jarang ditemukan lebih dari satu anak
perempuan dalam satu keluarga. Besarnya frekwensi pembunuhan terhadap bayi-bayi
perempuan tercermin pada ketidakseimbangannya populasi anak perempuan dan anak
laki-laki pada abad pertengahan
Perilaku
kekerasan adalah keadaan dimana seseorang menunjukkan perilaku yang actual
melakukan kekerasan yang ditunjukan pada diri sendiri/oarng lain secara verbal
maupun non verbal dan pada lingkungan . marah merupakan perasaan jengkel yang
timbul sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1995).
Menurut Vander Zander (1989), Kekerasan adalah "Suatu bentuk
penyerangan secara fisik atau melukai anak" dan perbuatan ini justru
dilakukan oleh pengasuhnya (orang tua atau pengasuh yang bukan keluarga).
Definisi lain juga mengungkapkan kekerasan adalah" Semua
interaksi atau tidak adanya interaksi antara anggota keluarga yang berakibat
cedera bukan karena kecelakaan fisik dan perkembangan individu"(
Helfer,1987).
Menurut WHO (2004) kekerasan pada anak adalah suatu tindakan
penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik,
emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan
komersial yang secara nyata atau pun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan
hidup, martabat atau perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang
yang bertanggung jawab, dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak
tersebut.
Sedangkan Kekerasan pada anak menurut The national Commision Of
Inquiru Into The Prevention Of Child Abuse (Childhood matter, 1996), Kekerasan
pada anak adalah tindakan yang mempengaruhi perkembangan anak sehingga tidak
optimal lagi (David Gill,1973). Menurut Synde (1983) mendefinisikan kekerasan
pada anak adalah perlakuan yang salah terhadap fisik dan emosi anak,
menelantarkan pendidikan dan kesehatannya dan juga penyalahgunaan seksual
2. Tipe Kekerasan pada anak (
Child Abuse)
Secara garis besarnya Kekerasan pada anak dapat dibagi menjadi 4
tipe yaitu :
1)
Kekerasan Fisik
2)
Kekerasan Seksual
3)
Kekerasan Emosional
4)
Penelantaran Anak
Type lain dari kekerasan adalah mengeksploitasi anak , memanfaatkan
anak untuk bekerja atau aktivitas lain untuk memperoleh keuntungan, sebagai
contoh adalah eksploitasi anak untuk alasan komersial.
1.
Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik pada anak adalah "non accidental injuri"
pada anak mulai dari ringan sampai berat sampai pada trauma neurologist yang
berat bahkan sampai pada kematian. Cedere fisik akibat hukuman yang diluar
batas ,dan perilaku pelaku yang agresif , kekejaman dalam memberikan hukuman
pada anak. Cedera bisa diakibatkan oleh pukulan, cambukan, luka bakar , lecet
dan goresan, memar dengan berbagai tingkat penyembuhan, fraktur, luka pada
mulut , bibir, rahang, mata , perineal. Dan pemberian racun.
2.
Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual pada anak baik yang menggunakan pendekatan
persuasif ataupun paksaan pada seorang anak untuk mengadakan perilaku atau
kegiatan seksual yang nyata. Gambaran kekerasan seksual pada anak adalah
menyentuh atau mencium genitalia anak, penetrasi, intercource, incest, oral
seks, sodomi sampai pada pemerkosaan. Mengeksploitasi seksualitas yang lain
pada anak seperti memperlihatkan pornografi, menggunakan kata-kata jorok,
membuat anak malu/ menelanjangi anak, prostitusi anak, menggunakan anak untuk
produk pornografi.
Kekerasan seks dapat dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya ( kandung atau
tiri), saudara kandung atau orang lain, pengasuh anak, guru, teman atau
orang-orang lain yang perlu diwaspadai.
3.
Kekerasan Emosional
Kekerasan Emosi adalah sikap, perilaku atau tindakan lain yang
dilakukan oleh orang tua, pengasuh atauorang lain yng menyebabkan gangguan
emosi atau mental anak. Kekerasan emosional dapat dilihat dengan menggunakan
kata-kata yang merendahkan anak , tidak mengakui sebagai anak. Kekerasan
Emosional biasanya disertai dengan kekerasan lainnya. Kekerasan emosional
sering juga disebut kekerasan verbal atau kekerasan mental / psylogical
maltreatment. Kekerasan emosional bergerak dari rentang yang simple sampai pada
yang ekstrim. Kekerasan emosional dapat berupa penghinaan anak, penolakan anak,
menarik diri atau menghindari anak, tidak memperdulikan perasaan anak, perilaku
negative pada anak, mengeluarkan kata-kata yang tidak baik untuk perkembangan
emosi anak, memberikan hukuman yang ekstrim pada anak seperti memasukkan anak
pada kamar gelap, mengurung anak di kamar mandi, mengikat anak, dan masih
banyak lagi hukuman orang tua yang tanpa disadari orang tua menrupakan perilaku
yang menyebabkan kekerasan emosional pada anak. Kekerasan Emosional selalu ada
ketika kekerasan lain teridentifikasi, ada overlaping antara pengertian
kekerasan emosional anak dan penelantaran anak karena keduanya bisa terjadi
secara bersamaan pada anak.
Kekerasan Emosional pada anak dapat dilakukan oleh orang yang lebih
tua adari anak atau anak lainnya yaitu orang tua, pengasuh, guru, saudara
kandung, serta orang lain yang mempunyai akses atau kesempatan untuk melakukan
kekerasan emosional pada anak.
4.
Penelantaran ( Neglect)
Penelantaran bisa diartikan sebagai pengabaian atau tidak memenuhi
kebutuhan dasar anak, dan juga kegiatan atau perilaku yang langsung dapat
menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik ataupun mental anak. Kebutuhan anak
tidak terpenuhi secara wajar baik fisik, mental, sosial, spiritual termasuk pendidikannya.
Penelantaran dapat berupa :
(a). Penelantaran fisik
Penelantaran fisik atau tidak memenuhi kebutuhan fisik anak seperti
tidak adequatnya pemberian nutrisi pada anak, perumahan, kurangnya pengawasan
atau supervisi yang dapat mengakibatkan anak neresiko untuk terjadinya traum
fisik atau emosional, keterlambatan membawa ank jika anak mengalami gangguan
kesehatan, tidak adequatnya kebersihan diri anak.
(b). Penelantaran Pendidikan
Penelantaran pendidikan diartikan penelantaran pendidikan baik dalam
bidang informal seperti mendidik anak agar ia mampu berinteraksi dengan
lingkungan dan mendidik anak untuk bisa berhasil dimasa depannya. Penelantaran
Pendidikan secara formal dimana anak usia sekolah tidak diberikan untuk
mendapat pendidikan secara layak, justru anak disuruh mencari nafkah untuk
untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
(c). Penelantaran Phycological ( Emosional )
Penelantaran emosional dipandang sebagai kurangnya support emosional
pada anak serta kurangnya cinta atau kasih sayang yang diberikan oleh orang tua
atau orng-orang terdekat. Penelantaran emosional dapat berupa kurangnya
perhatian pada kebutuhan anak, termasuk kurangnya affektif untuk merawat anak,
kurannya perhatian terhaap kebutuhan emosi anak, , adanya kekerasan pada anak
oleh orang tua tanpa memperhatikan dampak yang terjadi pada anak dalam tumbuh
kembangnya.
3. Tanda dan Gejala Kekerasan
pada anak ( Child Abuse )
Kita dapat melihat tanda dan gejala anak dengan kekerasan jika kita
mencurigai terjadinya kekerasan pada anak, kita dapat mengobservasi dari
pemeriksaan fisik atau gejala perilaku yang ditunjukkan anak.
Gejala dari kekerasan fisik adalah adanya luka, bekas luka goresan,
luka lecet, luka bakar ,tekanan atau trauma ( memar ), perilaku antisosial pada
anak, anak bermasalah disekolah, ketakutan pada anak atau waspada yang
berlebihan, penggunaan obat-obatan, perilaku destruktif dan perilaku menarik
diri, depresi atau kurangnya gambaran diri/ citra diri dan takut kontak dengan
orang dewasa
Gejala dari kekerasan emosional adalah kurangnya konsentrasi,
gangguan makan pada anak, apatis dan depresi pada anak, sikap bermusuhan pada
anak, gangguan konsentrasi pada anak, percobaan bunuh diri, tampak perilaku
yang ekstrim pada anak dari pasif sampai agresif.
Gejala dari kekerasan seksual adalah menghindari hal-hal yang
berhubungan dengan seksual, menolak organ reproduksi atau tubuhnya sendiri,
anak juga sering mimpi buruk dan sulit mempertahankan tidur, penurunan nafsu
makan, penolakan, takut menjadi bagian dari keluarga, depresi, perilaku menarik
diri, injury, sukar jalan atau duduk, mengeluh nyeri pada daerah kemaluan,
memar dan berdarah pada daerah perineal, keterlambatan dalam pertumbuhan dan
perkembangan dan kehamilan yang tidak diinginkan
Tanda dan gejala dari penelantaran tidak dapat dilihat secara nyata
seperti pada gejala kekerasan fisik atau kekerasn seksual, dan kita harus
mengkonfirmasi untuk mengetahui kekerasan. Yang biasa terjadi pada penelantaran
adalah palampilan atau menggunakan pakaian yang tidak selayaknya, kebersihan
diri yang kurang, tidak terurus, kelaparan, kurangnya supervisi, anak tidak
mendapatkan seharusnya yang ia dapatkan sesuai usianya.
Tanda Dan Gejala yang Lain
:
1.
Fisik:
a.
Mata melotot/pandangan tajam
b.
Tangan mengepal
c.
Rahang mengatup
d.
Wajah memerah
e.
Postur tubuh kaku
2.
Verbal
a.
Mengancam
b.
Mengunpat dengan kata-kata
kotor
c.
Suara keras
d.
Bicara kasar, ketus
3.
Perilaku
a.
Menyerang orang
b.
Melukai diri sendiri/orang lain
c.
Merusak lingkungan
d.
Amuk/agresif
4.
Emosi
a.
Tidak aman dan nyaman
b.
Merasa terganggu
c.
Dendam
d.
Jengkel
e.
Tidak berdaya
f.
Bermusuhan
g.
Mengamuk
h.
Ingin berkelahi
i.
Menyalahkan
j.
Menuntut
5.
Intelektual
a.
Cerewet
b.
Kasar
c.
Berdebat
d.
Meremehkan
e.
Tidak jarang mengeluarka
kata-kata sarkasme
6.
Spiritual
a.
Merasa diri berkuasa
b.
Merasa diri benar
c.
Keragu-raguan
d.
Tidak bermoral dan kreativitas terhambat
7.
Social
a.
Menarik diri
b.
Kekerasan
c.
Pengasingan
d.
Ejekan
e.
Sindiran
8.
Perhatian
a.
Bolos
b.
Melarikan diri
c.
Melakukan penyimpangan seksual
4. Dampak dari kekerasan pada
anak
Dampak pada anak yang mendapat perilaku kekerasan selain terjadi
seperti yang dicantumkan pada gejala yang tampak pada saat pemeriksaan pada
anak, dampak lain yang dapat terjadi adalah secara umum adalah :
a.
Anak berbohong, ketakutan,
kurang dapat mengenal cinta atau kasih sayang, sulit percaya dengan orang lain
b.
Harga diri anak rendah dan
menunjukkan perilaku yang destruktif
c.
Mengalami gangguan dalam
perkembangan psikologis dan interaksi social
d.
Pada anak yang lebih besar anak
melakukan kekerasan pada temannya dan anak yang lebih kecil
e.
Kesulitan untuk membina
hubungan dengan orang lain
f.
Kecemasan berat atu panik ,
depresi anak mengalami sakit fisik dan bermasalah disekolah
g.
Harga diri anak rendah
h.
Abnormalitas atau distorsi
mengenai pandangan terhadap seks
i.
Gangguan Personality
j.
Kesulitan dalam membina
hubungan dengan orang lain dalam hal seksualitas
k.
Mempunyai tendency untuk
prostitusi
l.
Mengalami masalah yang serius
pada usia dewasa
5. Rentang Respon
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
Keterangan:
1.
Asertif: individu dapat
mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan
2.
Frustasi: individu gagal
mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternative.
3.
Pasif: individu yidak dapat
mengungkapkan perasaannya.
4.
Agresif: perilaku yang
mennyertai marah terdapat dorongan untuk meuntut tetapi masih terkontrol
5.
Kekerasan: perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat serta hilangnya control.
6.
Proses Kemarahan
Ancaman dan kebutuhan
Stress
Cemas
Merasa kuat Marah Merasa Tidak Adekuat
Menantang Mengungkapkan
secara asertif Melarikan Diri
Merasa tidak terselesaikan Menjaga perasaan orang lain Mengakhiri
marah
Marah memanjang Lega Marah tidak terungkap
Ketegangan menurun
Marah teratasi
Muncul rasa bemusuhan
Marah pada diri sendiri Marah
pada orang lain
Bunuh diri/ melukai diri Agresif
mengamuk
C.
Etiologi
Ø Faktor predisposisi
Berbagai
pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor pridisposisi,artinya
mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut
dialami oleh individu :
1.
Psikologis, kegagalan
yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau
amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,
dianiayaatau saksi penganiayaan.
2.
Perilaku, reinforcement
yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan
dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
3.
Sosial budaya, budaya
tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak
pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima (permisive).
4.
Bioneurolgis, banyak
pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan.
Ø Faktor
Presipitasi
Faktor presipitasi
dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan,
percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian
pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan
faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat
pula memicu perilaku kekerasan.
Banyak faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada
anak dalam rumah tangga. Keluarga dalam hal ini adalah unit yang terpenting
dalam menghindari atau menunjang terjadinya kekerasan pada anak. Anak yang
dilakhirkan selayaknya mendapatkan perlakuan yang baik untuk tumbuh kembangnya
dan masa depannya. Anak tidak minta dilahirkan didunia, tetapi ketika ia
terlahir selayaknya orang tua merawat anak dengan sebaik-baiknya dan
keluargalah yang diharapkan oleh anak sebagai barrier terhadap tindak kekerasan
yang mungkin saja dapat dialaminya. Tetapi pada kenyataannya justru kekerasan
pada anak terjadi didalam keluarga dan ironisnya juga dilakukan oleh orang yang
notabenenya adalah orang tua atau saudara terdekat. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak. Faktor sosio-kultural antara lain
adalah nilai atau norma yang ada di masyarakat, hubungan antara manusia dan
kemajuan jaman. Selain itu kekerasan pada anak dapat disebabkan faktor pencetus
yang berasal dari anak, stres keluarga dan stres yang berasal dari orang tua.
D.
Pohon masalah
Factor-faktor
dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasan merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi social yang provokatif
dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan
Penampilan tidak rapi Resiko mencederai diri/orang
lain/lingkungan
Perawatan diri kurang
Gangguan interaksi social:
Isolasi
social
Halusinasi Gangguan
harga diri rendah Waham
E.
Mekanisme Koping
1.
Strategi Pencegahan : kesadaran
diri, Pendidikan Kesehatan, Latihan Asertif
2.
Strategi Antisipasi : Komunikasi,
Perubahan Lingkungan, Pengekangan Fisik
3.
Strategi Pengekangan : Manajemen Krisis,
Pembatasan Gerak, Psikofarmaka
Mekanisme
koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan
merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa
mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain : (Maramis, 1998, hal 83)
1.
Sublimasi : Menerima suatu
sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan
yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang
sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
2.
Proyeksi : Menyalahkan orang
lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya
seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
3.
Represi : Mencegah pikiran yang
menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang
sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut
ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan
hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4.
Reaksi formasi : Mencegah
keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan
perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang
yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan
kasar.
5.
Displacement : Melepaskan
perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu
berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya
Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya
karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan
temannya.